Selasa, 14 Agustus 2012

Kehidupan dan Varietas Penyu di Perairan Pulai Bali


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang beranekaragam, Indonesia memiliki kekayaan laut yang berlimpah ruah. Banyak diantara keanekaragaman hayati tersebut masih tersimpan atau belum bisa dimanfaatkan dengan baik, selain itu juga tidak dapat dipungkiri bahwa keanekaragaman hayati yang dimiliki negara Indonesia kini telah dimanfaatkan namun tidak semuanya disertai dengan kearifan dan perlakuan sehat manusia. Bahkan salah satu diantara keanekaragaman hayati tersebut kini keberadaannya terancam punah. Salah satu diantaranya adalah penyu.
Tidak banyak regenerasi yang dihasilkan oleh seekor penyu. Dari ratusan butir telur yang dikeluarkan oleh seekor penyu betina, paling banyak hanya belasan yang berhasil sampai ke laut kembali dan tumbuh dewasa. Itu pun tidak memperhitungkan faktor perburuan oleh manusia dan predator alaminya seperti kepiting, burung dan tikus di pantai, serta ikan-ikan besar begitu tukik (anak penyu) tersebut menyentuh perairan dalam. Menurut A Wildlife Conservation Society (WCS), salah satu organisasi penelitian dan pencinta lingkungan, berhasil melihat lima ekor penyu Hutan Arakan, yang nyaris punah hidup di alam liar. Bukan apa-apa, ini adalah yang pertama kali hewan ini terlihat hidup di alam liar. Sebelumnya hewan ini pernah dikira telah punah pada tahun 1994.
Maraknya perburuan induk dan telur penyu merupakan salah satu dari beberapa faktor penyebab terancamnya populasi penyu. Selain itu kemajuan teknologi yang semakin pesat membuat daerah lingkungan alam menjadi berubah. Banyak kawasan pantai yang merupakan habitat keanekaragaman hayati pantai, kini dijadikan sebagai tempat objek wisata, permukiman serta tempat industri. Kehadiran objek wisata tersebut, dengan sarana dan prasarana membuat lingkungan berubah, demikian pula ekosistemnya. Keadaan tersebut tentu saja dapat mengakibatkan habitat keanekaragaman hayati khususnya keberadaan populasi penyu di daerah pantai menjadi terganggu.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk membuat karya tulis yang berjudul Kehidupan dan Varietas Penyu di Perairan Pulau Bali karena melihat keadaan penyu saat ini sudah agak jarang ditemui di perairan kita.

1.2    Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah dan siklus kehidupan penyu di perairan pulau bali?
2.      Apa saja keanekaragaman jenis dari spesies penyu?

1.3    Tujuan
1.      Untuk mengetahui perkembangan sejarah kehidupan penyu.
2.      Mengenal varietas spesies penyu.

1.4    Manfaat
1.      Dapat mengetahui perkembangan sejarah kehidupan penyu.
2.      Mampu mengenal dan membedakan jenis-jenis penyu.








BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Reptil
Reptil (binatang melata) adalah sebuah kelompok hewan vertebrata yang berdarah dingin dan memiliki sisik yang menutupi tubuhnya. Penyu merupakan hewan air yang termasuk kelas Reptilia. Reptilia adalah tetrapoda (hewan dengan empat tungkai) dan menelurkan telur yang embrionya diselubungi oleh membran amniotik. Sekarang ini mereka menghidupi setiap benua kecuali Antartika, dan saat ini mereka dikelompokkan sebagai:
·        Ordo Crocodilia (buaya, garhial, caiman, dan alligator) : 23 spesies
·        Ordo Sphenodontia (tuatara Selandia Baru) : 2 spesies
·        Ordo Squamata (kadal, ular dan amphisbaenia ("worm-lizards") : sekitar 7.900 spesies
·        Ordo Testudinata (kura-kura, penyu, dan terrapin) : sekitar 300 spesies
Mayoritas Reptil adalah ovipar (bertelur) meski beberapa spesies Squamata bersifat vivipar (melahirkan). Reptil vivipar memberi makan janin mereka menggunakan sejenis plasenta yang mirip dengan mamalia.
Ukuran Reptil bervariasi, ada yang mencapai ukuran ± 180 cm yaitu Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea). Cabang ilmu pengetahuan alam yang mempelajari reptil adalah Herpetologi (Wikipedia, 2010).

2.2 Anatomi Penyu
Penyu termasuk hewan bertulang belakang (Vertebrata) yang memiliki tubuh yang lebar dan dibungkus oleh kulit cangkang yang tersusun dari zat tanduk yang keras dan kasar. Kulit bagian atas berbentuk cembung dan bundar disebut karapas dan kulit bagian bawah datar disebut plastron yang berfungsi menyokong dan melindungi tubuh Penyu. Berikut ini merupakan gambar struktur organ-organ yang terdapat dalam Penyu :












Gambar 1.2. Anatomi Penyu
 
 


Keterangan :
1.         Batang Tenggorok
2.         Tenggorokan
3.         Jantung
4.         Lambung
5.         Paru-paru
6.         Pankreas
7.         Hati
8.         Usus
9.         Ovary
10.     Kantung kemih
11.     Kloaka
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metodologi Penelitian
Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya (Best, 1982). Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan dengan tujuan utama, yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek dan subjek yang diteliti secara tepat. Dalam perkembangan akhir-akhir ini, metode penelitian deskriptif juga banyak dilakukan oleh para penelitian karena dua alasan. Pertama, dari pengamatan empiris didapat bahwa sebagian besar laporan penelitian di lakukan dalam bentuk deskriptif. Kedua, metode deskriptif sangat berguna untuk mendapatkan variasi permasalahan yang berkaitan dengan bidang pendidikan maupun tingkah laku manusia. (Hartoto, 2009). Dengan metode deskriptif, penelitian memungkinkan untuk melakukan hubungan antar variabel, menguji hipotesis, mengembangkan generalisasi, dan mengembangkan teori yang memiliki validitas universal (West, 1982).

3.2 Objek Penelitian
            Objek penelitian ini adalah penyu terutama sejarah kehidupannya dan jenis-jenisnya. Dari objek tersebut akan dikumpulkan menjadi beberapa uraian data.

3.3 Teknik Pengumpulan Data
            Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik observasi. Teknik observasi adalah metode pengumpulan data secara sistematis melalui pengamatan dan pencatatan terhadap fenomena yang diteliti (Hariwijaya, 2008:63). Observasi dilakukan terhadap Penyu berdasarkan Ciri-ciri morfologi yang meliputi fisiknya (ukuran, berat dan warna) dan siklus kehidupannya (habitat dan makanan) di kawasan Pulau Bali, Tanjung Benoa.

























BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Sejarah Kehidupan Penyu
Pada abad ke-20, konsumsi dan perdagangan produk penyu secara besar-besaran mengancam kelangsungan hidup penyu. I.G.N. Sudiana dalam “Transformasi Budaya Masyarakat Desa Serangan di Denpasar Selatan Dalam Pelestarian Satwa Penyu”, yang dimuat jurnal Bumi Lestari, Agustus 2010, mencatat pariwisata Bali pada pertengahan 1980-an mengandalkan komoditas penyu, baik dalam bentuk makanan, kerajinan tangan, maupun kosmetik. Bali juga menjadi tempat transit kapal-kapal transaksi penyu. Ironisme muncul ketika daging penyu dijadikan konsumsi sehari-hari sekaligus untuk upacara-upacara adat.
Konsumsi dan perdagangan bukan satu-satunya ancaman keberlangsungan hidup penyu di abad modern. Polusi lingkungan membunuh banyak penyu laut. Sampah plastik dan sintetis jadi ancaman terbesar karena penyu tak dapat membedakannya dengan makanan di laut. Tumpahan minyak dan bahan-bahan toksin mematikan sumber makanan penyu dan menimbulkan berbagai penyakit. Area pantai yang berubah fungsi jadi tempat tinggal dan komersial mempersempit wilayah penyu bertelur.
Kekhawatiran akan keberlangsungan hidup penyu terus memasuki titik krisis dengan pemanasan global dan dampaknya terhadap regenerasi dan mortalitas penyu. Penyu laut, yang termasuk dalam kelompok reptil, memiliki Temperature Sex Determination (TSD), di mana titik suhu 29° C menentukan jenis kelamin embrio penyu. Suhu di atas 29° C cenderung menghasilkan betina dan sebaliknya, suhu di bawah 29° C kebanyakan menghasilkan jantan. Lebih dari satu dekade lalu, sebuah studi selama 1986-1988 oleh Nicholas Mrosovsky dan Jane Provancha di wilayah Pantai Cape Canaveral, Florida, tempat spesies Penyu Tempayan (Caretta caretta) bertelur, membuktikan temperatur pasir yang tinggi menyebabkan 87-89% bayi penyu yang lahir adalah betina.
Kini dengan meningkatnya suhu secara global, para ilmuwan memprediksi, pada tahun-tahun mendatang populasi penyu laut hanyalah betina. Tanpa rasio jenis kelamin yang seimbang, regenerasi penyu laut akan terhenti dan menuju kepunahan.
Seiring dengan bertambahnya jumlah manusia, penyu mengalami berbagai kesulitan. Manusia seringkali merusak habitat tempat penyu bertelur. Manusia juga memburu telur-telur penyu dan penyu-penyu dewasa sehingga menurunkan tingkat pertumbuhan populasi penyu. Hal tersebut semakin diperparah dengan adanya polusi yang disebabkan oleh manusia berupa tumpahan minyak dari pengeboran minyak di lepas pantai dan plastik yang menyebabkan rusaknya ekosistem, termasuk juga ekosistem pantai dimana terdapat habitat dan tempat bertelur dari penyu.
Beberapa upaya telah dilakukan untuk melestarikan penyu. Salah satunya adalah dengan pengelolaan kelestarian penyu yang berkelanjutan. Bentuk pengelolaan itu adalah melalui penangkaran penyu. Penangkaran penyu yang ada di Indonesia antara lain penangkaran penyu sisik di Pulau Pramuka, penangkaran Penyu Sisik di Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNLKpS), program penyelamatan penyu di Kuta, dan penangkaran penyu Sukamaju di Pekon Muara Tembulih. Dengan adanya pengelolaan ini, diharapkan masyarakat akan lebih peduli terhadap kelestarian penyu.

4.2  Daur Kehidupan Penyu
Penyu merupakan jenis satwa yang memiliki daur hidup yang panjang. Setiap tahap kehidupan, penyu memiliki karakteristik perilaku habitat dan tingkat ancaman yang berbeda. Penyu diketahui hidup di laut baik di perairan dalam maupun dangkal. Penyu sering dijumpai di perairan yang memiliki terumbu karang. Selain itu penyu juga terkenal sebagai satwa yang melakukan migrasi.
4.2.1    Perkawinan
Jika telah siap untuk melakukan perkawinan, penyu dewasa yang hidup di laut lepas akan bergerak menuju perairan yang lebih dangkal. Tidak jarang, penyu harus menempuh ribuan kilometer untuk mencapai habitat perkawinan. Letak habitat perkawinan ini biasanya berjarak kurang lebih 100 Km dari pantai peneluran. Bagi beberapa spesies, aktivitas kawin terjadi beberapa minggu sebelum musim peneluran. Proses perkawinan penyu terjadi di dalam air. Posisi penyu jantan berada diatas penyu betina. Penyu jantan memiliki semacam cakar di flipper depannya yang berfungsi mencengkram kerapas penyu betina saat melakukan kopulasi. Pembuahan telur berlangsung secara internal. Sebelum melakukan perkawinan, penyu betina telah terlebih dahulu menghasilkan sel telur dewasa yang siap dibuahi. Dengan demikian, seekor penyu betina dapat dibuahi oleh dua atau lebih penyu jantan.

4.2.2   Pasca Perkawinan
Setelah melakukan perkawinan, penyu betina menuju ke habitat antara (interesting habitat) yang biasanya berjarak 15 Km dengan pantai peneluran. Penyu betina berada di habitat antara ini selama musim bertelur. Beberapa ahli mengatakan bahwa penyu jantan kerap terlihat berada di habitat ini selama musim bertelur. Selama berada di habitat antara ini, penyu betina hanya makan sedikit saja atau bahkan tidak makan. Penyu betina hanya menyelesaikan proses pengelompokan telur-telur di dalam rahimnya. Kelompok telur inilah yang akan di keluarkan secara bertahap di pantai peneluran.

4.2.3   Perilaku Bertelur
Penyu betina yang telah siap untuk bertelur, akan naik ke pantai pada malam hari. Penyu betina biasanya naik pada saat air laut pasang. Kondisi air laut yang sedang pasang memudahkan penyu untuk mencapai pantai dan menjadi tolak ukur bagi penyu unuk memilih tempat bertelur yang aman dari jangkauan air laut. Lazimnya pada suatu pantai peneluran di indonesia, penyu-penyu betina tidak naik ke pantai secara berombongan (massive). Namun pada beberapa pantai peneluran lain didunia terjadi Arribada yakni peristiwa dimana penyu betina yang naik ke suatu pantai peneluran sangat banyak jumlahnya dan hampir bersamaan. Arribada awal dapat mengindikasikan tingginya jumlah individu dalam satu populasi penyu di suatu tempat. Namun terjadinya arribada dapat menjadi ancaman. Tempat bertelur menjadi sangat terbatas, banyak sarang rusak akibat dibongkar untuk dijadikan sarang baru. Proses penyu bertelur dapat diuraikan sebagai berikut :

a.    Pemilihan tempat bertelur
Dalam tahap ini penyu mulai menginjakan kakinya di tepi pantai dan mulai menuju ke daratan yang sesuai untuk membuat sarang dengan menggunakan kaki depan yang dibantu atau di dorong kaki belakang. Pada umumya penyu ini menempuh jalan yang lurus dengan meninggalkan jejak yang arahnya diagonal simetris, dan dalam berjalannya diselingi dengan berhenti menarik nafas sampai akhirnya menemukan tempat yang sesuai untuk mulai membuat lubang tempat bertelur.
Penyu betina memilih pantai peneluran bukan hanya pada pantai tempat dahulu ia ditetaskan, tetapi juga pantai yang memiliki karakteristik tertentu. Pantai-pantai peneluran penyu tersebut biasanya merupakan pantai berpasir yang cukup datar dan cukup lebar. Pantai-pantai ini biasanya berbatasan dengan laut yang dalam, seperti pantai-pantai yang terdapat di pesisir Selatan Pulau Jawa. Penyu betina selalu memilih tempat bertelur yang tidak terjangkau oleh air laut saat pasang terjadi. Selain itu penyu selalu memilih pantai yang relatif sepi dan gelap.

b.    Membuat sarang
Penyu betina akan mulai menggali sarang setelah menemukan tempat yang tepat. Proses penggalian sarang biasanya dimulai dengan membuat body fit hingga sebagian badan penyu betina akan terlihat sedikit terkubur didalam pasir. Setelah itu, dengan menggunakan kaki belakangnya, penyu akan mulai membuat lubang kecil tempat penyimpanan telur-telurnya. Kedalaman lubang telur tergantung pada ukuran panjang flipper belakang penyu tersebut.

c.      Bertelur
Penyu betina akan mengeluarkan telur dari kloakanya dengan jumlah telur yang tidak berurutan setelah pembuatan sarang telur selesai. Bersamaan dengan pengeluaran telur ini, biasanya penyu tersebut mengeluarkan cairan yang serupa dengan air mata. Jumlah telur penyu dalam satu sarang biasanya berkisar antara 50-170 butir, tergantung pada jenis penyunya. Cangkang telurnya lembut dan cukup lentur sehingga tidak akan pecah saat di keluarkan.
Pada umumnya proses penyu untuk bertelur selalu terjadi di pantai. Ketika seekor penyu terlihat bergerak dari laut menuju pantai atau jika seekor penyu terlihat dipantai, kita sangat tidak disarankan untuk mengganggu penyu tersebut. Tahapan-tahapan yang akan dilakukan seekor penyu saat bertelur mesti kita pahami. Beberapa tahapan sangat sensitif terhadap gangguan, sedangkan beberapa tahapan yang lain masih bisa ditolerir oleh penyu. Berikut akan disajikan proses bertelur penyu yang dibagi dalam beberapa tahapan sebagai berikut:
























Bagan 1.4 Peta proses bertelur penyu

Pada tahapan ke 1 sampai 4, penyu rentan terhadap gangguan. Apabila penyu merasa ada gangguan dan ancaman yang dapat membahayakan telur-telurnya, dia akan segera kembali ke laut. Tahapan 5, penyu akan menggunakan keempat ekstremitasnya menggali pasir untuk menanam tubuhnya.
Tahapan 6, lubang vertikal sedalam sekitar 60 cm dan selebar sejengkal orang dewasa akan digali oleh penyu dengan ekstremitas belakang. Pada tahap ini penyu masih mudah terganggu oleh pergerakan dan sinar.
Tahapan 7, sejumlah 80 hingga 150 butir telur akan dikeluarkan melalui kloaka.
Tahapan 8 dan 9, menunjukkan periode saat sensitifitas penyu relatif rendah; sinar, pergerakan dan sinar terang bisa ditolerir. Pada tahapan ini, akan ditandai penutupan lubang telur yang dilakukan dengan ekstremitas belakang dan lubang tubuh yang dilakukan dengan keempat ekstremitas.
Tahapan 10 dan 11, saat penyu bergerak ke arah laut, sinar akan cenderung membuatnya dis-orientasi. Sepanjang pada waktu dan arah yang sama tidak ada penyu yang naik ke pantai, kita masih bisa mengikuti gerakan penyu hingga batas air dengan berendap-endap.
Waktu yang dibutuhkan oleh seekor penyu dari saat muncul dari laut hingga kembali ke laut bervariasi antara 1 – 11 jam, tergantung jenis penyu, tingkat gangguan yang dihadapinya di pantai, serta kondisi fisik pantai yang bersangkutan. Umumnya penyu hijau hanya memerlukan waktu sekita 2 – 3 jam untuk melaksanakan proses ini dan penyu lekang bisa ± 1 jam saja.
Pemanasan global juga berdampak buruk pada angka kelahiran penyu laut. Tingkat populasi penyu laut tergantung pada kesuksesan masa inkubasi dengan parameter suhu antara 26 hingga 33° C. Peningkatan suhu di atas 33° C akan menggagalkan masa inkubasi. Selain itu, suhu pasir yang tinggi akan mengakibatkan bayi penyu kesulitan mengkoordinasi otot untuk bergerak ke permukaan pasir (dari sarang) dan menganggu metabolisme karena kekurangan oksigen.



d.    Menutup sarang dan membuat tipuan
Setelah bertelur, penyu betina akan menutup lubang sarangnya dan membuat tipuan. Cara menutup sarang dan membuat tipuan adalah berbeda pada tiap jenis penyu. Penyu Lekang tidak membutuhkan waktu yang lama untuk membuat tipuan sarang, tetapi Penyu Belimbing dapat menghabiskan waktu lebih dari satu jam untuk membuat tipuan sarang yang cukup besar.

e.    Kembali ke laut
Penyu kembali ke laut dengan mengambil jalan yang lurus setelah selesai melakukan proses peneluran. Pada saat mendekati air laut, gerakannya dipercepat sampai akhirnya lenyap dari pandangan mata.

4.2.4   Masa Inkubasi
Telur-telur penyu membutuhkan waktu sekitar 45-70 hari untuk menetas. Lama proses inkubasi tergantung pada temperatur dan kelembaban. Semakin rendah temperatur, semakin lama waktu inkubasi. Temperatur juga dapat menentukan perbandingan jumlah jenis kelamin tukik yang menetas. Pada temperatur harian lebih tinggi dari temperatur Pivotal maka akan lebih banyak tukik betina yang dihasilkan, sedangkan jika temperatur harian rendah dari temperatur pivotal maka akan lebih banyak tukik jantan yang dihasilkan. Bila waktunya tiba untuk menetas, tukik akan menembus cangkang telur dengan menggunakan gigi temporal. Tukik-tukik yang telah menetas masih harus berjuang menembus pasir untuk dapat mencapai permukaan sarang. Perjuangan mereka ini membutuhkan waktu 3-5 hari. Sementara itu, permukaan sarang yang telur-telurnya telah menetas biasanya merosot dan membentuk cekungan seluas lubang telur.


4.2.5   Menetas
Biasanya tukik membutuhkan 1-7 hari untuk keluar dari dalam sarang pada malam hari. Tukik-tukik akan segera menuju laut begitu mereka berhasil keluar dari dalam sarang. Belum banyak diketahui mengenai faktor-faktor yang menyebabkan mereka dapat menentukan arah laut. Sejak menetas sampai beberapa hari setelah berada di dalam laut, tukik belum dapat mencari makan sendiri. Mereka memperoleh makanan dari kantong kuning telur yang melekat pada tukik setelah menetas.

4.2.6   Ancaman yang dihadapi Penyu
Dalam setiap tingkatan usia, penyu menghadapi berbagai macam ancaman bagi kelangsungan hidupnya. Ancaman yang dihadapi dapat dibedakan atas predator alami, penyakit, faktor alam, dan dampak dari kegiatan manusia.
a.    Ancaman pada fase embrio atau telur
§      Predator alam seperti semut, kepiting, rubah dan biawak.
§      Jamur dan bakteri yang tumbuh dan berkembang dalam sarang karena suasana yang terlalu lembab dapat merusak telur dan menghentikan perkembangan embrio di dalamnya.
§      Terendam dalam air laut dan air tawar. Telur-telur yang sudah terendam dalam air laut maupun air tawar tidak dapat berkembang lagi.
§      Deforestasi juga dapat secara tidak langsung mengancam proses penetasan telur penyu

b.    Ancaman pada fase tukik
§      Predator alami
Beberapa saat setelah keluar dari dalam sarang dan berada di pantai, tukik harus menghadapi elang, burung laut, rakun, anjing hutan, kucing hutan dan biawak. Hiu dan beberapa jenis ikan besar lainnya diketahui memangsa tukik di laut.
§      Dehidrasi
Tukik dapat mengalami dehidrasi (kekurangan cairan) jika tidak masuk ke dalam laut beberapa jam setelah menetas dan berhasil menembus permukaan tanah, utamanya jika temperatur udara cukup tinggi. Tukik dapat mati kepanasan pada suhu 37º C.
§      Kehabisan makanan.
Hambatan-hambatan saat melintas di pantai atau saat berenang meninggalkan pantai penetasan, akan mengurangi persediaan nutrien dalam kantong kuning telur.

c.     Ancaman pada fase penyu muda atau dewasa
Pada fase ini, ancaman terbesar yang dihadapi adalah berasal dari manusia. Walaupun pada fase ini ancaman dari predator alam seperti hiu harimau dan paus pembunuh tetap dihadapi oleh penyu. Namun sebagian besar kematian penyu muda dan dewasa diakibatkan oleh dampak kegiatan manusia.
Ancaman-ancaman tersebut dapat bersifat langsung maupun tak langsung, yang dapat di uraikan sebagai berikut :
§      Semakin berkurangnya pantai-pantai peneluran penyu akibat pembangunan dan pengembangan wilayah pesisir.
§      Penyu betina yang akan bertelur kerap kali terganggu dan atau gagal bertelur akibat banyaknya sampah di pantai. Tukik yang baru menetas juga dapat gagal menuju laut akibat banyaknya sampah di pantai.
§      Aktivitas dan kebisingan yang ditimbulkan dari aktivitas mausia di sekitar pantai dapat menyebabkan penyu tidak jadi bertelur.
§      Cahaya yang berasal dari bangunan di sepanjang pantai menyebabkan penyu yang hendak bertelur mengalami mis-interpretasi waktu, sehingga tidak jadi naik ke pantai untuk bertelur. Tukik yang baru menetas juga dapat mengalami mis-orientasi arah laut karena secara insting mengikuti arah datangnya cahaya atau horizon yang lebih cerah.
§      Polusi yang terjadi di laut lepas kerap menyebabkan keracunan bagi penyu. Tidak jarang di temukan penyu belimbing yang mati setelah memakan sampah plastik yang bentuknya menyerupai Ubur-ubur.
§      Penangkapan tak sengaja oleh kapal-kapal penangkapan ikan yang menggunakan jala (Trawler).


4.3  Klasifikasi Penyu
Berikut ini klasifikasi dari penyu laut yang masih ada sampai saat ini :
Kingdom               : Animalia
Sub.Kingdom        : Metazoa
Phylum                  : Chordata
Sub.Phylum           : Vertebrata
Class                     : Reptilia
Sub.Class              : Anapsida
Ordo                     : Testudines
Family                   : Dermochelyidae dan Cheloniidae
Species                 : 1. Dermochelys coriacea (Penyu Belimbing)
2. Chelonia mydas (Penyu Hijau)
3.    Eretmochelys imbricate (Penyu Sisik)
4.    Caretta caretta (Penyu Tempayan)
5.    Natator depressus (Penyu Pipih)
6.    Lepidochelys olivacea (Penyu Lekang)
7.    Lepidochelys kempi (Penyu Lekang Kempii)

Berdasarkan klasifikasi diatas, penyu memiliki banyak jenis, diantaranya yaitu tujuh spesies penyu yang kini masuk daftar IUCN untuk hewan berisiko tinggi mengalami kepunahan. Ketujuh spesies ini adalah :
1.      Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea)
2.      Penyu Hijau (Chelonia mydas)
3.      Penyu Sisik (Eretmochelys imbricta)
4.      Penyu Tempayan (Caretta caretta)
5.      Penyu Pipih (Chelonia depressa atau Natator depresus)
6.      Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea)
7.      Penyu Lekang Kempii (Lepidochelys kempi)


4.3.1    Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea)
penyu-belimbing2.jpgKlasifikasi
Kingdom         : Animalia
Sub.Kingdom  : Metazoa
Phylum            : Chordata
 Gambar 2.4 Dermochelys coriacea

 
Sub.Phylum     : Vertebrata
Class               : Reptilia
Sub.Class        : Anapsida
Ordo               : Testudines
Family : Dermochelyidae
Genus             : Dermochelys
Species           : Dermochelys coriacea

Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) merupakan species yang mempunyai punggung yang diliputi kulit kuat dari zat tanduk yang disebut karapas. Karapas penyu ini tidak bersisik, tetapi ada lima sampai tujuh garis tebal yang memanjang dari leher sampai ekor. Panjang karapas mencapai 2,5 m dengan berat mencapai 1500 Kg, umurnya dapat mencapai 200 tahun lebih.
Musim kawin penyu ini berlangsung dari bulan Juni sampai Agustus, betinanya mendarat untuk meletakkan telur-telurnya di pasir hingga mencapai 80 butir. Penyu ini menggali pasir kira-kira 50 cm dalamnya dengan diameter 50 cm. Kemudian mereka bertelur dalam lubang dan menimbunnya kembali dengan pasir. Kegiatan ini dilakukan kira-kira selama 2½ jam. Pasir itu kemudian mengerami sendiri telur-telur itu selama 6-8 minggu sampai menetas menjadi tukik yang keluar dari sarang untuk kemudian merangkak ke laut.
Penyu belimbing telah bertahan hidup selama lebih dari ratusan juta tahun, kini spesies ini menghadapi kepunahan. Selama dua puluh tahun terakhir jumlah spesies ini menurun dengan cepat, khususnya di kawasan pasifik, hanya sekitar 2.300 betina dewasa yang tersisa. Hal ini menempatkan penyu belimbing pasifik menjadi penyu laut yang paling terancam populasinya di dunia.
Di kawasan Pasifik, seperti di Indonesia, populasinya hanya tersisa sedikit dari sebelumnya (2.983 sarang pada 1999 dari 13000 sarang pada tahun 1984).
Untuk mengatasi hal tersebut, pada tanggal 28 Agustus 2006 tiga negara yaitu Indonesia, Papua New Guinea dan Kepulauan Solomon telah sepakat untuk melindungi habitat penyu belimbing melalui MoU Tri National Partnership Agreement.



4.3.2    penyu-hijau.jpgPenyu Hijau (Chelonia mydas)
Gambar 3.4 Chelonia mydas
 
Klasifikasi
Kingdom         : Animalia
Sub.Kingdom  : Metazoa
Phylum            : Chordata
Sub.Phylum     : Vertebrata
Class               : Reptilia
Sub.Class        : Anapsida
Ordo               : Testudinata
Family : Cheloniidae
Genus             : Chelonia
Species           : Chelonia mydas

Penyu Hijau (Chelonia mydas) dapat diidentifkasi berdasarkan adanya sepasang sisik prafrontal, yang merupakan sisik diantara kedua matanya. Ciri identifikasi ini mirip seperti penyu belimbing dan penyu tempayan yang mempunyai dua pasang prafrontal.
Penyu Hijau dapat dibedakan dari penyu pipih oleh tidak adanya sisik praokular dan karapas yang seperti kubah. Penyu ini pada karapasnya terdapat empat pasang sisik dan di sekitar mata terdapat dua pasang sisik. Sisik pada jenis penyu ini tidak tumpang tindih. Panjang karapas penyu ini yang pernah dijumpai adalah 75-115 cm dan beratnya mencapai 300 kg. Penyu Hijau memakan semua tumbuh-tumbuhan yang hidup di laut (remis, ganggang laut, lamun, lumut, dan ikan).
Musim kawin dari penyu ini berlangsung antara Januari dan Mei. Penyu betina dapat bertelur antara 100 sampai 125 butir dalam sekali bertelur. Waktu pengeraman terjadi sekitar 50 sampai 60 hari. Umur penyu ini dapat mencapai 200 tahun.
Spesies ini terdapat dimana-mana, termasuk di perairan tropik dan subtropik. Di Indonesia, penyu ini terdapat di perairan pantai Jawa, Bali, Sumatra dan mungkin di semua perairan pantai yang landai di Indonesia. Di Bali, dagingnya dikonsumsi (dimakan) dan karapasnya dijadikan kerajinan tangan untuk para wisatawan.
Sebenarnya, Penyu Hijau dari dulu secara ekstensif telah diburu di Indonesia, terutama untuk dagingnya, telurnya juga dapat dikumpulkan dalam skala besar. Oleh karena itu, populasi dari penyu hijau di Indonesia menurun dengan cepat.
Tukik Penyu Hijau yang berada di sekitar Teluk California hanya memakan alga merah. Penyu Hijau akan kembali ke pantai asal ia dilahirkan untuk bertelur setiap 3 hingga 4 tahun sekali.
Ketika Penyu Hijau masih muda mereka makan berbagai jenis biota laut seperti cacing laut, udang remis, rumput laut juga alga. Ketika tubuhnya mencapai ukuran sekitar 20-30 cm, mereka berubah menjadi herbivora dan makanan utamanya adalah rumput laut.


4.3.3    penyu-sisik.jpgPenyu Sisik (Eretmochelys imbricata)
Klasifikasi
Kingdom         : Animalia
Sub.Kingdom  : Metazoa
Phylum            : Chordata
Gambar 4.4 Eretmochelys imbricata

 
Sub.Phylum     : Vertebrata
Class               : Reptilia
Sub.Class        : Anapsida
Ordo               : Testudines
Family : Cheloniidae
Genus             : Eretmochelys
Species           : Eretmochelys imbricata
Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) memiliki empat pasang sisik samping dan pada sekeliling mata terdapat dua pasang sisik yang tumpang tindih pada karapasnya. Kepalanya mempunyai paruh yang kuat seperti burung elang.
Dengan paruhnya yang kuat, penyu sisik mudah mendapatkan makanannya yang tersembunyi di sela-sela batu karang. Makanannya berupa belukar laut, ubur-ubur, karang dan kepiting.
Selama musim kawin, betinanya mendarat ke pantai tiga kali dan setiap kali mendarat ia bertelur mencapai 160 butir. Penyu sisik atau dikenal sebagai hawksbill turtle karena paruhnya tajam dan menyempit/meruncing dengan rahang yang agak besar mirip paruh burung elang. Sisiknya (disebut bekko dalam bahasa Jepang) banyak digunakan sebagai bahan baku dalam industri kerajinan tangan terutama di Jepang untuk membuat pin, sisir, bingkai kacamata dll.
Sebagian besar spesies ini bertelur di pulau-pulau terpencil. Penyu sisik selalu memilih kawasan pantai yang gelap, sunyi dan berpasir untuk bertelur. Paruh penyu sisik agak runcing sehingga memungkinkan mampu menjangkau makanan yang berada di celah-celah karang seperti sponge dan anemon. Mereka juga memakan udang dan cumi-cumi.






4.3.4   penyu-bromo.jpgPenyu Tempayan (Caretta caretta)
Klasifikasi
Kingdom         : Animalia
Sub.Kingdom  : Metazoa
Phylum            : Chordata
Gambar 5.4 Caretta caretta
 
Sub.Phylum     : Vertebrata
Class               : Reptilia
Sub.Class        : Anapsida
Ordo               : Testudines
Family             : Cheloniidae
Genus             : Carretta
Species           : Caretta caretta

Penyu Tempayan (Caretta caretta) merupakan salah satu species yang termasuk dalam suku Chelonidae dan satu-satunya penyu yang mempunyai lima pasang sisik kostal. Dalam bahasa Inggris Penyu ini bernama loggerhead turtle.
Kepalanya besar, plastronnya tidak berpori-pori dan kecoklat-coklatan, demikian juga dengan karapasnya. Dengan rahang yang sangat kuat terutama memakan Crustacea (udang) dan Mollusca (siput), juga avertebrata dasar laut.
Sejauh ini belum ditemukan bertelur di pantai-pantai di Indonesia. Penyu ini bertelur bersama-sama dengan sejenisnya dalam kelompok besar. Penyu betina ini mampu menghasilkan telur mencapai 125 butir dan musim kawinnya dua sampai tiga kali setahun.





4.3.5    penyu pipih.jpgPenyu Pipih (Natator depresus)
Klasifikasi
Kingdom         : Animalia
Sub.Kingdom  : Metazoa
Gambar 6.4 Natator depresus
 
Phylum            : Chordata
Sub.Phylum     : Vertebrata
Class               : Reptilia
Sub.Class        : Anapsida
Ordo               : Testudines
Family             : Cheloniidae
Genus             : Natator
Species           : Natator depressus

Penyu Pipih (Natator depresus) dalam bahasa Inggris bernama flatback turtle. Pemberian nama flatback turtle karena sisik marginal sangat rata (flat) dan sedikit melengkung di sisi luarnya.
Di awal abad 20, spesies ini sempat agak ramai diperdebatkan oleh para ahli. Sebagian orang memasukkannya ke dalam genus Chelonia, namun setelah diteliti dengan seksama para ahli sepakat memasukkannya ke dalam genus Natator, satu-satunya yang tersisa hingga saat ini.
Spesies ini merupakan hewan karnivora sekaligus herbivora. Penyu piph memakan timun laut, ubur-ubur, kerang-kerangan, udang, dan invertebrata lainnya.





4.3.6    penyu-lekang.jpgPenyu Lekang (Lepidochelys olivacea)
Klasifikasi
Kingdom         : Animalia
Gambar 7.4 Lepidochelys olivacea
 
Sub.Kingdom  : Metazoa
Phylum            : Chordata
Sub.Phylum     : Vertebrata
Class               : Reptilia
Sub.Class        : Anapsida
Ordo               : Testudines
Family : Cheloniidae
Genus             : Lepidochelys
Spesies           : Lepidochelys olivacea

Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) sering ditemukan di perairan wilayah Samudera Pasifik. Penyu ini jika dilihat dari atas sisi lateralnya membengkok ke atas dan permukaannya mendatar, lalu berwarna abu-abu pada bagian atas, dan berwarna krem atau keputih-putihan, dengan sedikit warna abu-abu pada sisi sebelah bawah.
Tukik yang baru lahir ketika masih basah umumnya berwarna hitam dan kadang-kadang ada warna kehijauan pada sisinya dan pada akhirnya akan berwarna abu-abu pada bagian atas dan putih pada bagian bawah.
Penyu ini umumnya bersifat vegetarian, tetapi kadang-kadang juga memakan kepiting kecil. Penyu ini nyaris punah. Di Indonesia penyu ini telah dilindungi sejak 1980 karena dianggap telah langka dan penyebarannya terbatas.



4.3.7    penyu-lekang-kemppi.jpgPenyu Lekang Kempii (Lepidochelys kempi)
Klasifikasi
Kingdom         : Animalia
Gambar 8.4 Lepidochelys kempi
 
Sub.Kingdom  : Metazoa
Phylum            : Chordata
Sub.Phylum     : Vertebrata
Class               : Reptilia
Sub.Class        : Anapsida
Ordo               : Testudines
Family             : Cheloniidae
Genus             : Lepidochelys
Spesies           : Lepidochelys kempi

Penyu Lekang Kempii (Lepidochelys kempi) adalah salah satu spesies yang tubuhnya mirip dengan penyu lekang tapi ukurannya hanya sedikit lebih besar. Dalam bahasa Inggris spesies ini disebut sebagai Kemp’s ridley turtle. Tidak ada yang tahu dari mana spesies ini datang dan di mana feeding ground mereka. Genus Lepidochelys ini sering kali melakukan peneluran secara bersama-sama dalam jumlah yang sangat besar yang dikenal dengan sebutan arribada (Spanyol) yang berarti arrival (Inggris).
Pada 1947, penyu ini melakukan peneluran yang sangat spektakuler dengan jumlah induk sekitar 40 ribu ekor bertelur secara bersamaan di pantai sepanjang 300 km di Rancho Nuevo, Mexico). Tujuannya untuk memastikan sebagian telur akan terselamatkan walaupan sebagian akan dimakan pemangsa. Berikut adalah Tabel Perbandingan dari ke tujuh Jenis Penyu :

Tabel 1.4 Perbandingan Tujuh Jenis Penyu di sekitar Perairan Pulau Bali
No
Jenis
Fisik
Siklus Kehidupan
Ukuran
Berat
Warna
Habitat
Makanan
1.
Penyu Belimbing
±180 cm
500 kg
Gelap dengan bintik-bintik putih
perairan tropis
hingga kawasan sub kutub
Ubur-ubur
2
Penyu Hijau
20-30 cm
400 kg
Hijau
Laut tropis dan subtropis
Kepiting
3
Penyu Sisik
70-90 cm
40-90 kg
Coklat gelap bertotol-totol
laut
tropika dekat terumbu karang
Sponge dan Batu karang
4
Penyu Tempayan
73 - 107 cm
159 kg
Coklat
kemerah-merahan
Kawasan beriklim tropis
Kepiting dan Kerang
5
Penyu Pipih
1000 mm
90 kg
Hitam agak kehijau-hijauan
Laut Jawa, Nusa Tenggara,
Maluku Selatan, Irian Selatan
Teripang dan Udang
6
Penyu Lekang
55-80 cm
40-60 kg
Kehijau-hijauan
Perairan wilayah Samudera Pasifik
Udang,
Ikan dan Rumput laut
7
Penyu Lekang Kempii
46-70 cm
300 kg
Kehijau-hijauan
Laut tropika
Ketam dan rumput laut






Ciri-ciri Morfologi Penyu:
§         Memiliki cangkang yang sering disebut kulit penyu.
§         Memiliki Bagian atas tubuh (Carapas) dan bagian bawah tubuh (Plastron).
§         Dapat dikenal bermacam-macam jenis penyu dengan cara memperhatikan cangkangnya. (Contohnya : penyu lekang Lepidochelys olivacea dapat dibedakan dengan penyu tempayan Caretta caretta dikenal dari susunan plastronnya.
§         Kulit bersisik, bernafas dengan paru-paru.
§         Perkembangbiakan dengan bertelur. Setelah telur menetas, anak penyu dinamakan tukik.
§         Memiliki kelenjar garam di dekat matanya yang digunakan untuk menormalkan kandungan garam dalam darah jika darahnya mengandung terlalu banyak garam.
§         Penyu mempunyai alat pecernaan luar yang keras, untuk mempermudah menghancurkan, memotong dan mengunyah makanan
§         Ciri khas penyu secara morfologis terletak pada terdapatnya sisik infra marginal sisik yang menghubungkan antara karapas, plastron dan terdapat alat gerak berupa flipper. Flipper pada bagian depan berfungsi sebagai alat dayung dan flipper pada bagian belakang berfungsi sebagai alat kemudi.
§         Penyu pada umumnya bermigrasi dengan jarak yang cukup jauh dengan waktu yang tidak terlalu lama. Jarak 3.000 kilometer dapat ditempuh 58 – 73 hari.
§         Fungsi cangkang penyu yakni melindungi hewan air ini dari pengaruh lingkungan dan beratnya relatif ringan sehingga memungkinkan hewan ini bergerak cepat dibandingkan dengan kura-kura darat. Ketika berenang, kaki penyu berubah bentuk menjadi dayung lebar yang agak memanjang sedikit sehingga memberikan kemampuan penyu untuk dapat berenang secepat ikan.

BAB V
PENUTUP

5.1    Kesimpulan
Setelah dilakukannya penelitian dan pembahasan dari sejarah kehidupan serta jenis-jenis keanekaragaman dari spesies penyu maka dapat disimpulkan bahwa dari pertama spesies ini lahir, kehidupannya selalu terancam punah karena manusia kurang memperhatikan kehidupan penyu serta belum bisa memanfaatkan spesies ini dengan kearifan dan perlakuan sehat manusia, mulai dari penyu belimbing sampai penyu lekang kempii. Jadi, jika kita tidak melestarikan kehidupan varietas penyu seperti Penyu Belimbing, Penyu Hijau, Penyu Sisik, Penyu Tempayan, Penyu Pipih, Penyu Lekang dan Penyu Lekang Kempii akan terancam punah, lalu keanekaragaman ini akan sia-sia saja.

5.2    Saran
Dari hasil pengklasifikasian yang telah dilakukan maka penulis dapat menyarankan kepada pembaca khususnya siswa-siswi SMA PGRI 2 Palembang agar dapat melestarikan penyu dan lebih mengenal lagi kehidupan penyu dari berbagai jenis penyu yang hidup di bumi. Untuk pemerintah, sebaiknya spesies ini dilakukan pengelolaan yang profesional seperti membuat habitat untuk Penyu (Cagar Alam) karena jika spesies ini terus diburu sembarang orang maka akan mengalami kepunahan pada spesies tersebut.







DAFTAR PUSTAKA


Agus. D. 1985. Kehidupan Penyu Daging. Jakarta: Yayasan Indonesia Hijau
Bambang Erwanto.2010.http://www.scribd.com/doc/7678534/BAB-II-jenis-jenis-penyu-oleh-bambang-Erwanto
Bustard, R.H. 1972. Sea Turtle Natural History and Conservation. Sydney: Collin
Damardono Haryo.2003.http://www.pikiran rakyat.com/cetak/0103/03/0411.htm
Dymas Galih Dewangga Purwa.2010.http://dymasgalih.wordpress.com/2010/01/04/7-jenis-penyu-yang-dilindungi-undang-undang/
Hartoto.2009.http://www.penalaran-unm.org/index.php/artikel-nalar/penelitian/163-penelitian-deskriptif.html
Miharnanto.2010.http://miharnanto.blogspot.com/2010/01/anatomi-tubuh-hewan.html
Yayasan Apel. 2004. Selamatkan Penyu dan Habitatnya Di Pantai Selatan Tasikmalaya. Tasikmalaya: Yayasan Apel

2 komentar:

  1. Sands Casino Review - Slots & Live Dealers in NJ
    Sands Casino has the best online slot machines available in NJ. Play live dealer games such as Blackjack, Roulette and Video Poker at the best online 싱가포르 마리나 베이 샌즈 카지노

    BalasHapus
  2. Review of the 2021 Oklahoma Casino Welcome Bonus
    The Oklahoma Gaming 고양 출장안마 Commission 제주 출장마사지 has made 전라북도 출장안마 several 슬롯 changes to its casino list. The following are the updated list 안양 출장마사지 of casinos accepting players from

    BalasHapus